Ilmu Kalam dan Heresiografi Islam
Mata Kuliah Dasar FAI, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Semester Gasal 2006: Senin 02:00 - 03.50
Ruang Kelas:
SKS: 2.00
Pengampu: Hilman Latief, MA.
Ruang: Labda FAI, Lt. 3. Fakultas Agama Islam Jam Konsultasi: Senin 11.00-12:00 dan 01:00-0200; Selasa and Kamis: 10:00-12.00
Deskripsi Mata Kuliah
Mata kuliah ini merupakan pengantar sejarah perkembangan Ilmu Kalam dan Heresiografi dalam Islam. Ilmu Kalam merupakan salah satu cabang ilmu yang tumbuh paling awal dalam sejarah perkembangan pemikiran Muslim seiring dengan adanya skisme, konflik, serta krisis politik yang mendera komunitas Muslim pada abad ketujuh sampai kesembilan masehi. Pada masa-masa tersebut sekte-sekte Islam mulai menunjukkan eksistensinya; sebagian karena terpicu oleh konflik politik tadi maupun karena adanya pengaruh dan pandangan dunia “asing” yang diterima kaum Muslim setelah terjadinya ekspansi budaya, intelektual dan politik secara besar-besaran, baik dengan peradaban Persia maupun Yunani. Selain munculya sekte-sekte seperti Khawarij, Murji’ah, Asy’ariyah, dan Mu’tazilah, dikotomi Sunni-Syi’ah dalam Islam merupakan salah satu hasil paling konkret dari proses sejarah pertumbuhan teologi Islam. Sementara itu, heresiografi atau ilmu tentang sekte-sekte mulai bersemai di kalangan para teolog dan sarjana Muslim awal sebagai upaya sistematis untuk mempelajari corak sekte-sekte Islam yang eksis di luar “Islam arus utama” (mainstream). Sebagian besar karya heresiorafi ditulis oleh para teolog dan sarjana Muslim Sunni, baik yang bercorak ensiklopedis maupun tematis.
Tujuan Perkuliahan
Dengan mengobservasi dan mempelajari aliran-aliran teologi dalam Islam serta corak karya-karya heresiorafi Muslim awal, mahasiswa diharapkan dapat:
Memahami setting sejarah sosial, politik dan intelektual Muslim awal yang menjadi faktor-faktor yang sangat menentukan di dalam perkembangan telogi Islam.
Menelaah karakteristik doktrin sekte-sekte Islam awal serta tema-tema utama yang menjadi bahan silang sengketa teologis di kalangan komunitas Muslim.
Mengetahui tokoh-tokoh utama dan corak karya-karya heresiograf Muslim.
Membangun korelasi tematik maupun ensiklopedis antara aliran-aliran dalam Islam yang tumbuh kembang pada abad-abad awal sejarah Islam dengan fenomena sekte-sekte keagamaan di era modern.
Persyaratan Perkuliahan
- Kehadiran (attendance), tugas membaca (reading assignment), dan partisipasi aktif di dalam diskusi kelas (active section participation) (20%)
- Ujian Tengah Semester/Midterm (20%)
- Presentasi. Mahasiswa diharuskan memilih salah satu topik atau sekte tertentu untuk dipresentasikan dalam diskusi kelas. Presentasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, dan mahasiswa diperbolehkan hanya membawa catatan hasil [bukan makalah] bacaan yang telah ditentukan sebelumnya (10 %)
- Makalah Akhir. Mahasiswa diwajibkan menulis paper akhir dengan tema bebas dan relevan dengan topik perkuliahan. Sebelum menulis paper, mahasiswa diwajibkan untuk mengajukan dan mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pengampu mengenai judul atau topik yang hendak ditulis sembari menyiapkan referensi utama yang akan digunakan pada minggu ke-5, dan makalah akhir dikumpulkan pada minggu ke-10. Panjangnya makalah sekitar 5 sampai 7 halaman (20%) [Peraturan pembuatan makalah akan disampaikan kemudian].
- Ujian Akhir/ Final Exam (30 %)
Sistem Penilaian
Skala penilaian yang digunakan adalah sebagai berikut:
80-100 (A); 66-79 (B), 56-65 (C); 65-69 (DC); 60-64 (D); 10-60 (E)
Sumber Rujukan Perkuliahan
Buku Wajib
Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI Press, 2002). Atau
Rozak, Abdul & Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2003)
Buku Anjuran
Madjid, Nurcholish. Khazanah Intelektual Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1994)
Mahmoud Ayoub, The Crisis of Muslim History: Akar-akar Krisis Politik dalam Sejarah Islam, terj.: Munir A Mu’in (Bandung: Mizan, 2004).
Outline Materi perkuliahan dan Jadwal Pertemuan Kelas
Minggu ke-1
Pengenalan Format, Persyaratan Perkuliahan, dan kontrak belajar
Minggu ke-2
Ilmu Kalam: Pengertian dan Ruang Lingkup
Tema ini akan mendiskusikan akar kata, pengertian dan ruang lingkup Ilmu Kalam atau Teologi Islam, dan aspek-aspek yang menjadi materi dari Ilmu Kalam. Latar belakang dan situasi sosial-politik-religius periode Islam awal (early Islam) yang ikut memicu tumbuhnya Ilmu Kalam di kalangan Muslim. Pertanyaan apakah kemunculan Ilmu Kalam merupakan “murni” bersifat teologis sebagai hasil refleksi atau interpretasi Muslim terhadap teks-teks keagamaan, ataukah sebagai buah dari dari proses sosial-politik di kalangan Muslim merupakan satu persoalan yang masih membuka ruang diskusi cukup luas.
Apakah yang disebut dengan Ilmu Kalam atau Teologi Islam? Bagaimana keterkaitan Ilmu Kalam dengan doktrin-doktrin Islam? Apakah teologi merupakan bagian dari interpretasi dan pemahaman Muslim terhadap teks-teks keagamaan Islam? Apa perbedaan doktrin dan dogma dalam Islam?
Rujukan: ‘Abdul Rozak & Rosihon Anwar, Bab 1 dan 2.
Minggu ke-3
Latar Belakang dan Sejarah Awal Perkembangan Ilmu Kalam
Sepeninggal Nabi Muhammad, umat Islam periode awal dihadapkan pada situasi di mana tidak adanya pemegang otoritas utama yang menjadi rujukan dalam menyelesaikan persoalan sosial-politik-keagamaan. Perseteruan di kalangan Muslim untuk menentukan siapakah yang paling berhak menjadi pengganti (khalîfah) Nabi merupakan bibit-bibit pertama skisme dalam Islam yang berakibat pada pengelompokkan komunitas Muslim menjadi berkelompok-kelompok. Proses pemilihan Abu Bakar menjadi khalifah pertama, serta peperangan antara Ali b. Abi Thalib dan Mu’awiyah b. Abu Sofyan merupakan satu contoh peristiwa yang relevan untuk didiskusikan. Setidaknya terdapat tiga kelompok besar setelah terjadinya persitiwa tahkîm pada saat terjadinya pertempuran antara Mu’âwiyah dan ‘Alî b. Abî Thâlib, yaitu pendukung Mu’âwiyah, pendukung ‘Alî, dan Khawârij yang tidak mendukung dua kelompok sebelumnya.
Mengapa kaum Khawârij tidak mendukung ‘Alî maupun Mu’âwiyah setelah peristiwa tahkîm? Bagaimanakan corak pandangan keagamaan kaum Khawârij? Konsep dan tema teologis seperti apakah yang dimunculkan oleh kaum Khawârij?
Rujukan; Harun Nasution, bab I, hlm. 3-12. & Mahmoud Ayoub, bab II, hlm. 41-59.
Minggu ke-4
Sekte-sekte Islam I: Mu’tazilah dan Asy’ariyah
Ketegangan antara kelompok “rasionalis” yang mengedepankan dan memberikan porsi besar terhadap nalar, dan kelompok “traditionalis” yang menekankan kepada pentingnya teks mengenai persoalan-persoalan teologis telah menjadi bagian dari sejarah pergualatan teologi dalam Islam. Pandangan teologis yang berseberangan tersebut diwakili oleh dua tradisi besar aliran teologi Islam, yakni Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Mahasiswa diharapkan mampu memahamai karakteristik ajaran Mu’tazilah dan A’sy’ariyah sekaligus menganalisa perbedaan antara kedua kelompok tersebut.
Bagaimanakah sejarah kemunculan Mu’tazilah dan Asy’ariyah? Mengapa Imam al-’Asy’arî yang mendirikan mazhab Asy’ariyah keluar dari aliran Mu’tazilah? Dalam hal perbedaan teologis antara Mu’tazilah dan ‘Asy’ariyah?
Rujukan: Harun Nasution, bab V dan IV, hlm. 40-78 atau ‘Abdul Rozak & Rosihon Anwar, bab IV, hlm. 77-88 dan bab 9, hlm. 119-132.
Minggu ke-5
Sekte-sekte Islam II: Syî’ah: Sekte dan Ajarannya
Ahlu Sunnah dan Syi’ah adalah dua mazhab Muslim terbesar yang saat ini masih eksis yang memiliki cara pandang berbeda dalam beberapa hal, diantaranya masalah kepemimpinan dan otoritas pemimpin, maupun persoalan-persoalan teologis lainnya.
Siapa dan apakah kelompok Syi’ah itu? Apa prinsip dasar ajaran Syi’ah? Aspek-aspek apa yang membedakan Ahlu Sunnah dan Syi’ah, dan prinsip-prinsip keagamaan apa saja dari kedua mazhab tersebut mendapatkan titik temu?
Rujukan: ‘Abdul Rozak & Rosihon Anwar, bab VII, hlm. 89-108.
Minggu ke-6
Konsep-konsep teologi Islam I: Akal dan Wahyu
Akal dan Wahyu juga telah menjadi salah satu isu utama dalam teologi Islam klasik, khususnya peran dan otoritas akal dan wahyu sebagai penuntun hidup manusia. Perselisihan pendapat di kalanagn Muslim, bermula dari apakah Qur’an itu bersifat “baru” (qadîm) atau “tidak baru” dan kekal selaras dengan kalam Tuhan itu sendiri (azalî). Dari situ, isu bergeser menjadi sejauh mana akal manusia dan wahyu mampu menentukan “kebenaran”.
Bagaimanakah peran akal dan wahyu menurut teolog Muslim klasik? Dapatkah akal menentukan konsep benar dan salah tanpa wahyu? Bagaimanakah posisi akal dan wahyu dalam Islam?
Rujukan: Harun Nasution, bab VII dan VIII, hlm. 81-102.
Minggu 7, Maret
UJIAN TENGAH SEMESTER
Minggu ke-8
Konsep-konsep teologi Islam II: Qadha’ dan Qadar, Keadilan Tuhan dan Masalah Dosa, Qadariyah dan Jabariyah
Wacana teologi Islam klasik berkisar pada beberapa tema pokok. Masalah kebebasan berkendak (Qadar, free will) oleh manusia, dan otoritas ketentuan Tuhan (Qadha, predestination) telah menjadi isu besar saat itu. Seberapa kuasa Tuhan menentukan ketentuan nasib manusia, dan seberapa besar manusia menentukan nasibnya, adalah dua topik yang akhirnya memunculkan dua aliran besar dalam Islam, Qadariyah dan Jabariyah.
Bagaimanakah aliran Qadariyah dan Jabariyah mempersepsikan taqdir, kehendak Tuhan, dan kuasa manusia? Apa argumen-argumen (naqli dan ‘aqli ) yang diberikan oleh kedua kelompok tersebut dalam memperkuat pendapatnya?
Rujukan: Harun Nasution, bab IV, hlm. 33-39, dan bab IX-XI, hlm.103-122.
Minggu ke-9
Karya dan Tokoh Heresiografi dalam Islam I: Abu Hasan al-Asy’arî, Thahir al-Baghdadi dan Isfaraynî
Al-Asy’ari dikenal sebagai ‘pendiri’ mazhab Asy’ariyah yang kemudian dikenal sebagai mazhab Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah. Sementara al-Baghdadi dan Isfarayni adalah salah satu tokoh penganut mazhab Asy’ariyah. Keduanya telah menulis beberapa karya yang menjadi rujukan dasar teologi Asy’ariyah, dan sekaligus menjadi salah satu karya heresiografi awal dalam tradisi intelektual Islam.
Apakah karya-karya al-Asy’ari dan Isfarayni? Bagaimanakah Asy’ari, al-Baghdadi dan Isfarayni menempatkan sekte-sekte Islam lain dalam karyanya? Hal-hal apa sajakah yang ditelaah dalam karya-karyanya itu?
Rujukan Nurcholish Madjid, bab III, hlm. 98-114 atau baca juga ‘Abdul Rozak & Rosihon Anwar, bab 9, hlm. 119-132, bahan bacaan tambahan akan didistribusikan.
Minggu ke-10
Karya dan Tokoh Heresiografi dalam Islam II: Ibn Hazm dan al-Syahrastânî
Ibn Hazm dan al-Syahrastani adalah dua teolog Muslim pasca Imam al-Asy’ari yang juga menelurkan karya-karya besar di bidang heresiografi Islam. Meski demikian, Ibn Hazm dan al-Syahrastani mewakili tradisi yang agak berbeda dengan pendahulunya, baik dilihat dari mazhab fikih yang dianutnya, maupun latar belakang sosial budayanya.
Apakah karya-karya Ibn Hazm dan al-Syahrastani? Bagaimanakah Ibn Hazm dan al-Syahrastani menempatkan sekte-sekte Islam lain dalam karyanya? Hal-hal apa sajakah yang ditelaah dalam karya-karyanya itu? Bagaimanakah pandangan keduanya tentang agama dan filsafat?
Bahan bacaan akan didistribusikan kemudian
Minggu ke-11
Teori-teori Modern tentang Kemunculan Sekte-sekte agama
Sekte-sekte agama muncul tidak semata-mata faktor teologis atau politis. Beberapa teori mengungkapkan bahwa modernisasi dan globalisasi sendiri telah memberikan pengaruh cukup signifikan bagi kemunculan sekte-sekte agama, termasuk sekte Islam baru di luar konsep teologi klasik.
Apa yang menyebabkan munculnya sekte-sekte agama di era modern? Mengapa “agama-agama” baru bermunculan? Bagaimana hubungan kemunculan sekte-sekte baru dengan gelombang sekularisasi?
Bahan bacaan akan didistribusikan kemudian
Minggu ke-12
Islam ‘Sempalan’ Kontemporer di Indonesia: Fundamentalisme, Moderatisme, Popularisme dan Liberalisme
Indonesia adalah negeri dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Namun demikian, tradisi, pemikiran dan praktik Islam di Indonesia tidak monolitik. Ada pelbagai macam interpretasi dengan kecenderungan dalam cara berislam di kalangan Muslim Indonesia.
Apakah yang disebut dengan Islam ‘sempalan’? Bagiamanakah corak Islam ‘sempalan’ di Indonesia? Apa sajakah yang dikategorikan Islam sempalan di Indonesia dan mengapa ?
Bahan bacaan akan didistribusikan kemudian
Minggu ke-13
Heresiografi Islam Kontemporer di Indonesia
Upaya untuk mengidentifikasi sekte-sekte baru dalam Islam tidak saja dilakukan oleh para teolog Muslim abad pertengahan atau periode Islam awal. Di era modern sekalipun, upaya-upaya tersebut tetap dilakukan, terutama oleh kelompok muslim mayoritas atau arus utama (mainstream), baik secara perorangan maupun berkelompok melalui lembaga-lembaga tertentu.
Bagaimanakah lembaga-lembaga keagamaan Islam mainstream di Iindonesia mengindentifikasi sekte-sekte sempalan? Bagaiamana pendapat anda tentang apa yang disebut dengan sekte-sekte sesat? Bagaimanakah sikap kita terhadap upaya MUI dengan pelabelan ‘sesat’ terhadap ajaran-ajaran tertentu di Indonesia? Harus seperti apakah sikap mayoritas Muslim Indonesia terhadap ajaran-ajaran sekte baru tersebut?
Bahan bacaan akan didistribusikan kemudian
Minggu ke-14